Fenomena Pagar Laut di Indonesia
Indonesia sebagai negara maritim memiliki potensi laut yang sangat besar, baik sebagai sumber daya alam maupun jalur transportasi utama. Namun, beberapa tahun terakhir, fenomena munculnya pagar laut di berbagai wilayah Indonesia menimbulkan banyak pertanyaan: Apakah pagar laut ini memberikan solusi atau justru menjadi masalah baru? Pagar laut, baik yang legal maupun ilegal, sering kali diklaim untuk berbagai tujuan, seperti reklamasi, perlindungan kawasan tertentu, hingga pemanfaatan wilayah laut untuk usaha ekonomi. Namun, di balik klaim tersebut, realitasnya sering kali jauh dari harapan.
Pagar laut kerap kali menjadi penghalang bagi nelayan lokal yang bergantung pada laut untuk mencari nafkah. Mereka kehilangan akses ke wilayah tangkapan ikan yang dulunya bebas. Selain itu, keberadaan pagar laut juga menimbulkan konflik tata ruang laut, karena wilayah yang seharusnya menjadi milik publik justru dikuasai pihak tertentu. Dari sisi lingkungan, pagar laut sering kali menjadi penyebab kerusakan ekosistem laut. Pemasangan struktur ini dapat merusak terumbu karang, habitat alami ikan, padang lamun, dan mangrove, serta dapat mengganggu jalur migrasi biota laut.
Dampak lingkungan lainnya adalah mempercepat sedimentasi yang mengancam keseimbangan ekosistem pesisir, pagar laut ilegal juga menyebabkan adanya pencemaran akibat aktivitas konstruksi dan limbah. Meski pemerintah telah memiliki regulasi seperti Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, kenyataannya banyak pagar laut ilegal yang tetap berdiri tanpa tindakan tegas. Bahkan, dalam beberapa kasus, pembongkaran pagar laut baru dilakukan setelah adanya desakan dari masyarakat. Kasus terbaru adalah pembongkaran pagar laut di Tangerang yang memakan waktu hingga berminggu-minggu dan kasus pagar laut ilegal sepanjang 3,3 km di Bekasi yang dibongkar setelah PT yang bersangkutan dijatuhi sanksi administratif oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) karena pelanggaran pemanfaatan ruang laut dan reklamasi tanpa izin.
Fenomena pagar laut ini menuntut pemerintah dan masyarakat untuk berpikir ulang tentang tata kelola laut yang berkelanjutan. Pagar laut memang bisa menjadi solusi untuk kebutuhan tertentu, tetapi harus dipastikan bahwa keberadaannya tidak merugikan ekosistem maupun masyarakat lokal. Jika tidak ditangani dengan bijak, fenomena pagar laut justru akan menjadi simbol ketimpangan akses dan kerusakan lingkungan yang semakin memperburuk kualitas ekosistem laut Indonesia. Ada beberapa langkah yang dapat diambil guna mengatasi fenomena pagar laut yaitu (1) Penegakan hukum yang tegas. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap pagar laut yang tidak memiliki izin (ilegal) segera dibongkar, tanpa pandang bulu; (2) Keterlibatan masyarakat lokal.
Masyarakat pesisir harus berpartisipasi dalam perencanaan tata ruang laut agar kebutuhan mereka tidak diabaikan dan masyarakat bisa melakukan pengawasan dan pelaporan jika ada oknum yang melakukan penyalahgunaan pagar laut; (3) Penerapan teknologi yang ramah lingkungan. Jika pagar laut diperlukan untuk tujuan tertentu, teknologi yang digunakan harus aman dan meminimalkan dampaknya terhadap ekosistem laut; (4) Edukasi dan kesadaran lingkungan. Semua pihak, termasuk pengusaha, harus diberi pemahaman tentang pentingnya menjaga keberlanjutan laut sebagai sumber kehidupan bersama.
